Kamis, 17 November 2016

PENYEMBELIHAN BINATANG



A.     Pengertian Penyembelihan

Penyembelihan binatang adalah memutus jalan makan, minum, napas, urat nadi pada leher binatang yang disembelih dengan pisau, pedang, atau alat lain yang tajam sesuai dengan ketentuan syarak.

Dalam hukum Islam semua jenis binatang yang tidak ditegaskan tentang keharamannya berarti halal untuk dimakan. Akan tetapi dalam memperoleh daging yang halal tentu harus menyembelihnya terlebih dahulu kecuali ikan dan belalang.
Dalam penyembelihan pun tidak asal mematikan binatang begitu saja, tetapi harus sesuia dengan ketentuan-ketentuan syara’. Penyembelihan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan syara’ akan menjadikan binatang yang disembelih itu baik,suci dan halal dimakan. Sebaliknya, apabila menyembelihnya salah maka binatang yang sebenarnya halal dapat berubah menjadi haram.


B.       Tujuan Penyembelihan

Tujuan penyembelihan adalah untuk membedakan apakah binatang yang telah mati itu halal atau haram dimakan. Binatang yang disembelih sesuai dengan ketentuan-ketentuan syara’ maka dagingnya halal dimakan, sedangkan binatang yang mati tanpa disembelih atau disembelih tetapi tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan syara’, seperti bangkai, binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah dan sebagainya maka dagingnya haram dimakan.

C.     Syarat – Syarat Penyembelihan

a. Orang yang menyembelih :

1) Islam
Binatang yang disembelih oleh orang musyrik/kafir hukumnya tidak sah dan dagingnya haram dimakan. berdasarkan firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Maidah : 3
“..Diharamkan bagimu (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, …dan hewan yang disembelih untuk berhala itu haram bagimu...”

2) Berakal Sehat
            Penyembelihan yang dilakukan oleh orang gila hukumnya tidak sah dan daging binatang yang disembelihnya hukumnya haram.

3) Mumayyiz
Mumayyiz adalah dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk. Penyembelihan yang dilakukan oleh anak-anak hukumnya tidak sah.

b. Alat penyembelih

Alat penyembelihan boleh menggunakan alat apapun asal alat itu tajam dan dapat memutus tenggorokan dan urat nadi besar di leher binatang yang disembelih.

Menyembelih boleh dengan segala sesuatu yang dapat mengalirkan darah, selain gigi dan tulang. Tidak diperbolehkannya menggunakan tulang dan kuku. Dalilnya adalah hadits Rofi’ bin Khodij:

مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ ، فَكُلُوهُ ، لَيْسَ السِّنَّ وَالظُّفُرَ ،
وَسَأُحَدِّثُكُمْ عَنْ ذَلِكَ ، أَمَّا السِّنُّ فَعَظْمٌ وَأَمَّا الظُّفُرُ فَمُدَى الْحَبَشَةِ
Segala sesuatu yang mengalirkan darah dan disebut nama Allah ketika menyembelihnya,
silakan kalian makan, asalkan yang digunakan bukanlah gigi dan kuku. Aku akan memberitahukan pada kalian mengapa hal ini dilarang. Adapun gigi, ia termasuk tulang. Sedangkan kuku adalah alat penyembelihan yang dipakai penduduk Habasyah (sekarang bernama Ethiopia).

D.     Tata Cara Menyembelih

Hewan terbagi dua: yaitu hewan yang dapat disembelih dan hewan yang tidak dapat disembelih. Adapun binatang yang gampang disembelih, maka tempat penyembelihannya adalah pada tenggorokan dan di bawah leher, sedangkan hewan yang tidak bisa disembelih, maka cara menyembelihnya adalah dengan jalan menikam lehernya tatkala mampu menguasainya.

Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata, “Penyembelihan adalah di tenggorokan dan di pangkal leher.” Ibnu Umar, Ibnu Abbas dan Anas ra, berkata, ”Apabila kepala terputus, maka tidak jadi masalah.” Dari Rafi’ bin Khadij ra bahwa ia berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya besok kami akan berhadapan dengan musuh, sedangkan kami tidak mempunyai senjata tajam.
Maka sabda Beliau, “Segeralah sembelih, segala sesuatu yang bisa mengalirkan darah dan disebut nama Allah (pada waktu menyembelihnya), maka makanlah, selain gigi dan kuku. Dan saya akan menguraikan kepadamu, adapun gigi, ia adalah tulang, sedangkan kuku adalah alat sembelih orang-orang Habasyah.” Dan, kami mendapatkan rampasan perang berupa unta dan kambing. Kemudian ada unta yang kabur, lalu dipanah oleh seseorang hingga ia berhasil menangkapnya. Kemudian Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya diantara unta-unta ini ada yang liar seperti liarnya binatang buas. Maka jika di antara mereka ada yang sempat membuat kamu kerepotan, maka lakukanlah begini kepadanya (yaitu panahlah di lehernya, atau bunuhlah kemudian makanlah).” (Shahihul Jami’ no: 2185).

E.     Sunnah dalam Penyembelihan

Ada beberapa perbuatan yang sunnah hukumnya dilakukan waktu menyembelih binatang, yaitu:

a) Menghadapkan binatang yang akan di sembelih itu ke kiblat. Sekalipun tidak ada nash yang menerangkannya, tetapi para ulama sependapat dalam hal ini. Alasannya ialah bahwa menyembelih binatang itu adalah perbuatan baik, karena itu baik pula dihadapkan ke kiblat.

b) Meniatkan penyembelihan binatang itu semata-mata karena Allah dan sesuai pula dengan ketentuan-ketentuan syara’. Rasulullah saw melarang sesuatu penyembelihan yang dilakukan menyimpang dari ketentuan dan tujuan syara’.seperti menyembelih binatang untuk main-main saja. Berdasarkan hadist: yang artinya: “Sesungguhnya Nabi bersabda: ‘Barangsiapa yang membunuh burung dengan tujuan bermain-main, maka burung itu akan berbunyi dengan sedih sampai hari kiamat dengan mengatakan: Ya
Tuhan, sesungguhnya si Fulan telah membunuhku dengan tujuan bermain-main, ia tidak membunuhku untuk satu tujuan yang bermanfaat”. 

c) Membiarkan binatang yang disembelih itu sampai mati. Setelah jelas kematiannya barulah dibersihkan, sesuai dengan hadist: yang artinya: “Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah saw berkata : “ Janganlah kamu menyegerakan keluarnya jiwa (binatang yang di sembelih dari badannya) sebelum jiwa itu keluar (dengan sendirinya)”
F.  Adab dalam Penyembelihan

Berbuat ihsan (berbuat baik terhadap hewan)

Dari Syadad bin Aus, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ
Sesungguhnya Allah memerintahkan agar berbuat baik terhadap segala sesuatu. Jika kalian hendak membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik. Jika kalian hendak menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaklah kalian menajamkan pisaunya dan senangkanlah hewan yang akan disembelih”
Di antara bentuk berbuat ihsan adalah tidak menampakkan pisau atau menajamkan pisau di hadapan hewan yang akan disembelih.

Membaringkan hewan di sisi sebelah kiri, Memegang pisau dengan tangan kanan dan menahan kepala hewan ketika menyembelih

Membaringkan hewan termasuk perlakuan terbaik pada hewan dan disepakati oleh para ulama. Hal ini berdasarkan hadits ‘Aisyah

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَمَرَ بِكَبْشٍ أَقْرَنَ يَطَأُ فِى سَوَادٍ وَيَبْرُكُ فِى سَوَادٍ وَيَنْظُرُ فِى سَوَادٍ فَأُتِىَ بِهِ لِيُضَحِّىَ بِهِ فَقَالَ لَهَا « يَا عَائِشَةُ هَلُمِّى الْمُدْيَةَ ».ثُمَّ قَالَ « اشْحَذِيهَا بِحَجَرٍ ». فَفَعَلَتْ ثُمَّ أَخَذَهَا وَأَخَذَ الْكَبْشَ فَأَضْجَعَهُ ثُمَّ ذَبَحَهُ ثُمَّ قَالَ « بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ». ثُمَّ ضَحَّى بِهِ.
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam meminta diambilkan seekor kambing kibasy. Beliau berjalan dan berdiri serta melepas pandangannya di tengah orang banyak. Kemudian beliau dibawakan seekor kambing kibasy untuk beliau buat qurban. Beliau berkata kepada ‘Aisyah, “Wahai ‘Aisyah, bawakan kepadaku pisau”. Beliau melanjutkan, “Asahlah pisau itu dengan batu”. ‘Aisyah pun mengasahnya. Lalu beliau membaringkan kambing itu, kemudian beliau bersiap menyembelihnya, lalu mengucapkan, “Bismillah. Ya Allah, terimalah qurban ini dari Muhammad, keluarga Muhammad, dan umat”. Kemudian beliau menyembelihnya.
An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Hadits ini menunjukkan dianjurkannya membaringkan kambing ketika akan disembelih dan tidak boleh disembelih dalam keadaan kambing berdiri atau berlutut, tetapi yang tepat adalah dalam keadaan berbaring. Cara seperti ini adalah perlakuan terbaik bagi kambing tersebut. Hadits-hadits yang ada pun menuntunkan demikian. Juga hal ini berdasarkan kesepakatan para ulama. Juga berdasarkan kesepakatan ulama dan yang sering dipraktekan kaum muslimin bahwa hewan yang akan disembelih dibaringkan di sisi kirinya. Cara ini lebih mudah bagi orang yang akan menyembelih dalam mengambil pisau dengan tangan kanan dan menahan kepala hewan dengan tangan kiri

Meletakkan kaki di sisi leher hewan

Anas berkata:
Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam berqurban dengan dua ekor kambing kibasy putih. Aku melihat beliau menginjak kakinya di pangkal leher dua kambing itu. Lalu beliau membaca basmalah dan takbir, kemudian beliau menyembelih keduanya.”
Ibnu Hajar memberi keterangan, “Dianjurkan meletakkan kaki di sisi kanan hewan qurban. Para ulama telah sepakat bahwa membaringkan hewan tadi adalah pada sisi kirinya. Lalu kaki si penyembelih diletakkan di sisi kanan agar mudah untuk  menyembelih dan mudah mengambil pisau dengan tangan kanan. Begitu pula seperti ini akan semakin mudah memegang kepala hewan tadi dengan tangan kiri.

Menghadapkan hewan ke arah kiblat

Dari Nafi’:

أَنَّ اِبْنَ عُمَرَ كَانَ يَكْرَهُ أَنْ يَأْكُلَ ذَبِيْحَةَ ذَبْحِهِ لِغَيْرِ القِبْلَةِ.
Sesungguhnya Ibnu Umar tidak suka memakan daging hewan yang disembelih dengan tidak menghadap kiblat.” Syaikh Abu Malik menjelaskan bahwa menghadapkan hewan ke arah kiblat bukanlah syarat dalam penyembelihan. Jika memang hal ini adalah syarat, tentu Allah akan menjelaskannya. Namun hal inihanya mustahab (dianjurkan).

Mengucapkan tasmiyah (basmalah) dan takbir

Ketika akan menyembelih disyari’atkan membaca "Bismillaahi wallaahu akbar", sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik di atas. Untuk bacaanbismillah (tidak perlu ditambahi Ar Rahman dan Ar Rahiim) hukumnya wajib sebagaimana telah dijelaskan di muka. Adapun bacaan takbir, para ulama sepakat kalau hukum membaca takbir ketika menyembelih ini adalah sunnah dan bukan wajib.
Kemudian diikuti bacaan: “hadza minka wa laka.” (HR. Abu Dawud 2795) atauhadza minka wa laka ’anni atau ’an fulan (disebutkan nama shahibul qurban).”
Berdoa agar Allah menerima qurbannya dengan doa, ”Allahumma taqabbal minni atau min fulan (disebutkan nama shahibul qurban).